Rabu, 29 Mei 2013

Jangan Takut Patah Hati

Jangan Takut Patah Hati



sebuah tinjauan biologis terhadap fenomena jatuh cinta dan patah hati


‘……... Anya terpaku membaca sms dari Andro, serangkaian kata yang intinya Andro minta putus cinta darinya. Gadis itu  terdiam dalam kehancuran hatinya. Dunia terasa berhenti berputar, jantung seperti berhenti berdetak, pipinya terasa panas dan kepala berputar-putar. Beruntung tidak sampai pingsan. Yang dia ingat hanya satu: Bu Lila. Ia berlari menuju laboratorium Biologi, dan menemukan wali kelasnya itu disana. Tanpa berkata apa-apa Anya langsung memeluk Bu Lila dan menangis sepuas-puasnya. Walau masih bingung, Bu Lila tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya membelai rambut Anya dan membiarkan anak didiknya itu menangis sepuasnya. Hampir seperempat jam lamanya Anya menumpahkan semua perasaannya dalam tangisan. Akhirnya ia berhenti menangis dan Bu Lila tersenyium padanya. “ Bagaimana perasaanmu, Nak?” tanyanya lembut. “ Saya merasa lega, Bu.” Jawab Anya. Tak lama kemudian terlihat keduanya asyik mengobrol sesekali diselingi senyuman dan tawa Anya…….’.


Penggalan cerita diatas menggambarkan fenomena yang seringkali terjadi pada usia remaja. Cinta dan patah hati, dua sisi mata uang yang selalu dan hampir tidak pernah terlewatkan dalam masa remaja kita. Secara Biologis dapat dijelaskan bahwa pada usia berkisar antara 12 sampai 17 tahun terjadilah masa dimana organ reproduksi primer dan sekunder sedang dalam masa puncak perkembangannya. Dimana hormon-hormon reproduktif yang sebelumnya belum diproduksi, muncul pada masa ini. Secara fisik ditandai dengan perkembangan pada organ kelamin sekundernya. Pada wanita ditandai dengan menarche atau menstruasi untuk yang pertama kalinya. Sedangkan pada laki-laki ditandai dengan datangnya “ Dream sweet dream “ atau “mimpi indah” atau para psikolog menyebutnya mimpi basah. Nah Lho, bukan bermaksud vulgar lho….


Selain memproduksi hormon-hormon reproduktif yang mempengaruhi perkembangan kelamin primer dan sekunder, tubuh juga mulai memproduksi suatu zat kimia yang disebut Phenylethylamine (PEA) atau bahasa gaulnya hormon cinta pada kelenjar Hypothalamus  otak. Zat ini menimbulkan sensasi perasaan indah terhadap lawan jenis, yang disebut ‘cinta’. Zat kimia tersebut dikategorikan sebagai hormon, yang biasanya diproduksi ketika secara visual seseorang melihat lawan jenisnya sehingga akan memunculkan chemistry jika lawannya memproduksi zat yang sama. Produksi PEA dengan segera akan merangsang hormon lain seperti Dopamine dan Norepinephrine dalam tubuh kita sehingga muncullah perasaan ‘exiting’ terhadap lawan jenis. Timbulnya chemistry oleh pengaruh hormon biasanya disertai dengan kebutuhan untuk menyalurkan. Penyaluran itu dapat diaplikasikan dalam bentuk perhatian, pujian, kebersamaan, dan lain-lain sehingga kita mengenal istilah jadian atau komitmen untuk berpacaran. Nah disinilah permasalahan biasanya muncul. Hormon ini memiliki karakter yang hampir sama dengan jenis Amfetamin, itu lho…jenis psikotropika alias doping yang haram dikonsumsi oleh para atlet. Efeknya tentu kamu tahu, memicu kerja otot dan syaraf tubuh sehingga kita jadi lebih bergairah dan lebih bertenaga. Makanya, pada tahap ini seringkali terjadi perbuatan-perbuatan yang dikatakan sebagai perilaku menyimpang remaja.             menurut psikolog Dr. Sarlito W. Sarwono, dalam bukunya Psikologi Remaja,  perilaku  remaja yang melanggar batas norma asusila dan masyarakat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang loh… Dikatakan menyimpang karena memang belum waktunya bagi mereka untuk melakukan hal-hal yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh suami istri yang telah memiliki ikatan perkawinan. Makanya, kalau kamu tidak ingin dikatakan orang yang ‘menyimpang’, Ya..please! jangan nekat melakukan hal itu. Buang jauh-jauh pikiran itu dari otak kamu sekarang.


By the way kita tidak akan mengupas masalah ini lebih lanjut. Setelah kamu membaca asal muasal perasaan cinta, sekarang kita kembali pada penggalan cerita diatas. Bu Lila membiarkan Anya menangis sepuasnya, dia tidak sedikitpun berusaha mendiamkan tangisan Anya. Mungkin kalian pernah merasakan sendiri. Saat kita sedang dalam masalah, kita menangis dan aneh bin ajaib biasanya perasaan menjadi lebih lega dari sebelumnya. Kok bisa ya?

Dr. William H. Frey, direktur Dry Eye and Tears Research Center di Mineapolis, AS melakukan percobaan untuk meneliti kandungan zat dalam air mata. Hasilnya diperoleh bahwa air mata mengandung senyawa kimia yaitu: Protein Leusin-enkefalin (bertugas mengatasi rasa sakit), dan Adenokortikotropin ( hormon penanda tertekan dan penghilang rasa sakit ). Frey menemukan, kelenjar air mata melarutkan dan mengeluarkan unsur Mangan (Mn), mineral yang terlibat dalam perubahan suasana hati. Diduga bahwa air mata membuang zat beracun yang terkumpul di dalam tubuh akibat rasa tertekan. Jadi kesimpulannya,  menahan tangis tidak baik untuk kesehatan fisik dan psikis. Secara fisik, racun-racun tersebut jika dibiarkan terkumpul dalam tubuh, ia akan ikut aliran darah ke seluruh tubuh dan mengganggu bahkan merusak sel-sel tubuh karena sifat racunnya. Sedangkan secara psikis yang jelas menimbulkan perasaan tertekan, dimana perasaan tertekan juga akan memicu produksi hormon-hormon destruktif dari kelenjar hipothalamus. Buntutnya racun lagi…racun lagi. Makanya kita sering mendengar semacam pameo orang jawa : “Ojo kakehan mikir mundhak cepet tuwo” . Jadi jangan malu untuk menangis saat kondisi perasaan kita tertekan. Mengangis tidak berarti cengeng. Lebih dari itu ternyata menangis merupakan therapi fisik untuk mengurangi tekanan  psikis. Tuhan memberi kemampuan manusia untuk menangis dan menciptakan air mata pasti bukanlah sesuatu yang tidak berguna bagi manusia. 

Kembali pada perasaan cinta. Penjelasan ilmiah dari perasaan cinta adalah karena produksi PEA dari kelenjar hypothalamus. PEA termasuk salah satu jenis dari  Pheromone ( baca: Feromon). Sejenis hormon yang juga dihasilkan oleh hewan untuk menarik lawan jenisnya. Jadi cinta tak ubahnya sebuah reaksi kimiawi yang terjadi di dalam tubuh seperti halnya reaksi-reaksi kimia tubuh yang lain. Sedangkan patah hati bisa dijelaskan sebagai terhentinya proses penyaluran atas aktifitas pheromon padahal produksi pheromon dalam tubuh masih terus berlangsung. Sehingga terjadi akumulasi PEA yang masih terus memperngaruhi kerja norepinephrine dan dopamine yang tidak termanifestasi dalam bentuk out put berupa penyaluran pada pasangannya. Sehingga akumulasi hormon tersebut mempengaruhi tekanan darah, kerja jantung dan mempengaruhi perasaan seseorang yang mengalaminya. So… rasa sakit hati, stress, dan depresilah hasilnya. Menurut teori Helen Fischer yang dipublikasikan dalam Teori Four Years Itch-nya, ternyata hormon cinta tidak akan bertahan lama. Batas waktu yang diperlukan feromon untuk mempengaruhi fikiran seseorang, maksimal hanya empat tahun saja, setelah itu akan hilang tanpa bekas karena tubuh membentuk imun atau kekebalan terhadap zat tersebut. Bahkan sebenarnya pun, pheromon ini bisa juga kita netralisir dengan hormon lain seperti Endorphin. Apa sih Endorphin itu? Endorphin adalah sejenis morfin yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh manusia. Dimana efeknya sama dengan morfin, menenangkan dan memberi rasa bahagia. Hormon ini biasanya diproduksi saat tubuh melakukan aktifitas olah raga. Pengaruhnya bagi tubuh adalah melebarkan pembuluh darah, sehingga meringankan kerja jantung memompa darah ke seluruh tubuh dan otak. Sehingga jika peredaran darah normal, denyut jantung normal maka timbul perasaan tenang dan bahagia. Saat perasaan tenang dan bahagia,  pengaruh feromon akan berkurang dalam tubuh kita.

Memang tidak bisa dipungkiri, patah hati rasanya sakit sekali. Tetapi sepanjang kita selalu berfikir positif, segalanya bisa kita lalui tanpa beban yang berat yang kadang mengganggu konsentrasi belajar kita. Lakukan aktifitas yang bermanfaat buat diri kita. Tubuh  ini siapa yang akan menjaga dan memelihara kalau bukan kita sendiri? Bahkan Masaru Emoto, peneliti air dari  Jepang mendefinisikan cinta sebagai hasil resonansi dari dua benda yang memiliki frekuensi yang sama. Artinya perasaan cinta akan timbul akibat tubuh melakukan resonansi terhadap suatu getaran dari seseorang yang memiliki frekuensi yang sama dengan tubuh kita. Seperti jika kita meletakkan 2 garputala yang memiliki frekuensi sama, misalnya 240 Hz, jika garputala pertama kita getarkan maka garputala yang lain akan ikut bergetar karena adanya resonansi. Kesimpulannya, jika perasaan cinta timbul karena adanya resonansi, maka bukankah getaran itu makin lama makin melemah sampai akhirnya berhenti? Betapa ruginya kita, merelakan diri kita hancur hanya karena patah hati. Toh cinta sejati itu nggak ada..Berapa kali saja seorang James Bond mengatakan “ You are my true love”…? nyatanya selalu ada wanita yang berbeda di setiap sekuel filmnya.

So…jika kamu lagi patah hati, Try me! pertama: Buang jauh-jauh semua hal yang bisa mengingatkan kita padanya. Setelah itu buatlah dirimu berbeda dari sebelumnya, ( tanpa harus menjadi orang lain lho ). Misalnya mengubah gaya rambut, menata ulang kamar, jadikan dirimu menjadi kamu yang baru, seorang yang penuh semangat dan selalu berfikiran positif serta optimis memandang hari ini dan hari esok. Lakukan hal-hal baru, banyak bersosialisasi, melakukan kegiatan-kegiatan positif: misalnya ikut klub basket, Taekwondo, aktif di OSIS, Pramuka, PMR, apapun yang kamu suka. Dan satu hal yang harus selalu kita yakini sebagai manusia yang beragama: Menyerahkan semuanya pada Allah SWT dan selalu mengingat bahwa tidak ada cinta hakiki kecuali cinta Allah semata. Dia tahu yang terbaik buat kita..

Anya keluar dari Laboratorium Biologi. Ekspresi wajahnya berbeda sekali dengan ketika dia masuk tadi. Kali ini wajahnya telah kembali ceria dan tatapan matanya penuh gairah untuk menyongsong hari yang akan selalu indah meskipun tanpa Andro di sisinya. Bu Lila memperhatikannya dari pintu sambil tersenyum. Senyum tulus seorang guru kepada muridnya……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar